Jumat, 31 Oktober 2008

Pasca Tadarus Puisi

CATATAN MALAM TADARUS PUISI DAN SILATURRAHMI SASTRA 2008

TAHUN ini sudah kelima kalinya Banjarbaru mengadakan ritual tadarus puisi dan silaturrahmi antar seniman, sastrawan dan pencinta sastra. Kalau kita runut ke belakang pada tahun 2004, istilah tadarus puisi ditawarkan oleh saudara Sandi Firly yang kemudian diamini oleh forum rapat pada waktu itu. Kegiatan ini akhirnya terus berjalan sepanjang ramadhan dan nampaknya sudah menjadi brand mark-nya kota Banjarbaru. Kalau tahun kemarin mengangkat tema in memoriam penyair Jafry Zamzam, namun tahun ini lebih mengapresiasi kepada dedengkot penyair; Eza Thabry Husano dan Hamami Adaby.

Pada malam itu peluncurun antologi puisi Hamami Adaby; Di Jari Manismu Ada Rindu, cukup menyita perhatian hadirin. Tidak hanya itu ada beberapa antologi yang juga diberikan secara cuma-cuma kepada undangan antara lain; Garunum, DIMENSI dan Kaduluran. Sosok Hamami Adaby termasuk penyair yang sangat produktif. Dalam hitungan bulan, ia mampu menyelesaikan antologi puisi dan diterbitkan sendiri secara manual. Luar biasa sekali apalagi bagi orang yang seumuran beliau.

Sayangnya, antologi puisi Eza Thabry Husano yang terbaru tidak dapat diluncurkan bersama karena pada tanggal 20 September 2008 baru selesai cetak. Padahal masing-masing antologi Hamami Adaby dan Eza Thabry Husano memuat seratus judul puisi. Mungkin dalam waktu dekat peluncuran itu akan dilaksanakan secara terpisah.

Moment Tadarus Puisi

Inilah suspense yang sebenarnya menjadi benang merah dalam kegiatan tersebut. Meski secara keseluruhan jumlah peserta yang datang jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Ada tiga ratus undangan yang hadir dari daerah kabupaten dan kabupaten kota se-Kalimantan Selatan. Beberapa tokoh tampak pada malam itu antara lain; Ibramsyah Amandit, Tajuddin Bacco, Adjim Ariady, Wijaya, Arsyad Indradi, Yuniar M Ary, Dewa Pahuluan, Fitran Salam, Rifani Djamhari, Qinimain Zain, Hajriansyah, Nahdiansyah Abdi, Sirajul Huda, Ali Syamsuddin Arsi, Abdurahman El Husaini, Sandi Firly, Shah Kalana Al-Laila Haji, Harie Insani Putra, Isuur Loeweng, Andi Sahludin, Edi Sutardi, Aliansyah J dan lain-lain. Begitu juga sanggar-sanggar seperti; Sanggar Budaya, CL4551C SMA Negeri 1 Banjarbaru, Front Budaya Godong Kelor Indonesia, HIMASINDO, WOW, Matahari, KOMPI Kalsel, Enigma Community, Forum Komunikasi Teater Banjarbaru (FORKOTEB), Teater Banjarbaru, Teras Puitika,dan lain-lain. Tampak hadir juga undangan dari Komunitas Sastra Indonesia (KSI) cabang Banjarmasin dan Banjarbaru.

Tetapi, acara tadarus puisi ini tidak berjalan sesuai namanya. Kenapa? Kata tadarus memiliki arti membaca, mengulang dan mandarasi. Tadarus puisi berarti tidak lebih dari istilah qiraat puisi. Nah, yang lebih menonjol bukannya pembacaan tersebut melaintan tampilan-tampilan teater. Malah ada banyak undangan yang tidak kebagian waktu untuk membaca puisi karena satu dan lain. Tidak hanya itu; musikalisasi puisi, nasyid dan dramatisasi puisi juga demikian. Cukup menyita waktu dan mungkin menjemukan penonton!

Ini menjadi masukan penting panitia untuk pelaksanaan tadarus puisi berikutnya. Komposisi qiraat puisi harus lebih diutamakan daripada tampilan-tampilan kelompok.

Suasana Silaturrahmi Sastra

Kembali kepada makna istilah silaturrahmi, menyambung ikatan yang pernah ada namun pernah putus.

Benarkah ada ikatan yang terputus? Antar siapa dengan siapa? Atau kelompok mana dengan kalangan mana?

Hanya saja suasana membaur dapat dirasakan pada nuansa sastra tersebut. Tetapi yang menjadi perhatian adalah para undangan yang hadir. Tidak di acara yang berskala lokal, nasionalpun bahkan internasional barangkali ajang yang bertajuk kumpul-kumpul sastra atau penulis malah menjadi tempat ngobrol antar individu dan antar kelompok. Mungkin keterbatasan kesempatan untuk pertemuan tersebut hingga harus saling melepas kangen-kangenan dan tidak fokus pada acara yang disuguhi di atas panggung. Bahkan pembacaan-pembacaan puisi tidak disimak lagi; yang dipanggung asyik teriak-teriak sedang yang lain asyik berbincang-bincang tentang apa saja. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kegiatan yang juga diadakan semalam sebelum kegiatan tadarus puisi ini. Ada Mr. GAM (Gatah asli Marikit) dari Hulu Sungai Tengah yang bakisah tentang cerita yang kalau dipikir-pikir tidak koheren. Tetapi para penonton yang hadir di taman air mancur tersebut sangat antusias dan memperhatikan dengan seksama kata demi kata yang disampaikan oleh Mr. GAM tersebut. Memang yang hadir bukan seniman atau kelompok sastra.

Kalau memang kita punya apresiasi terhadap sastra, seharusnya apa yang disuguhi di atas panggung dapat dimaknai juga diperhatikan.

Tetapi, betapapun tahun ini tadarus tetap lebih meriah dan berhasil banyak menyedot perhatian pengunjungnya. Mudah-mudahan tahun depan bisa lebih baik lagi[]

Sabtu, 25 Oktober 2008

Lomba Baca Puisi InMemoriam 10 November

KATEGORI LOMBA
Lomba Baca Puisi Tema Kepahlawanan terbuka untuk umum (mahasiswa, dosen, guru, komunitas seni, sanggar teater, siswa(i) sekolah baik pria maupun wanita) Se Banjarmasin-Banjarbaru-Martapura

KEGIATAN LOMBA
Lomba dilaksanakan pada tanggal 2 November 2008, Minggu. Bertempat di Auditorium Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru (Pukul 08.00 WITA - Selesai)

PENJURIAN
Lomba baca puisi tema kepahlawan tahun 2008 mempunyai sistematika penilaian seperti lomba-lomba baca puisi seperti biasanya, antara lain penilaian: Vocal, Mimik, Intonasi, Kontemplasi (penghayatan), Penampilan.

MATERI LOMBA
Setiap peserta hanya membawakan satu puisi yang disediakan panitia yakni: PAHLAWAN TAK DIKENAL (Toto Sudarto Bachtiar), BERDARAH (Sutardji Calzoum Bachri), SELAMAT TINGGAL MANUSIA BUDAK INDONESIA (Hamid Jabbar), KASIDAH KEMERDEKAAN (Eza Thabry Husano), dan NENEK MOYANGKU AIRMATA (D. Zawawi Imron)

PENDAFTARAN
Peserta Lomba diharapkan mendaftarkan diri via sms dengan mengetik REG(spasi)NAMA(spasi)ALAMAT kirim ke 085752242993. Pendaftran ini GRATIS dan terbuka untuk semua kalangan. Pengambilan nomor peserta beserta technical meeting akan dilaksanakan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Tanggal 2 November 2008 pada pukul 08.00 - 09.30 WITA (sebelum acara lomba di mulai).

Hadiah Juara I, II, III, Harapan I, berupa Piala, Sertifikat, Uang Pembinaan dan bingkisan menarik akan diserahkan kepada pemenang langsung pada hari itu juga setelah dewan juri mengumumkan para pemenang tersebut.


Informasi Lanjut Silakan Kontak
Event Organizer: Hudan Nur (08125133885)


Olah Gawe bubuhan AUK; Komunitas Pecinta Seni Banjarbaru (Aku Untuk Kamu)

Sabtu, 18 Oktober 2008

Puisi Shah Kalana Lailla Haji

IBU, ITU PASTI!

aku dikandung

letih

lelah itu pasti

sabar

kau terima

melahirkan aku

sakit

perih itu pasti

ikhlas

kau terima

mengasuh aku

kantuk

pusing itu pasti

ridho

kau terima

membesarkan aku

kesal

marah itu pasti

tenang

kau terima

mendidik aku

panas

dingin itu pasti

gembira

kau terima

kelak,

menikahkan aku

haru

bangga itu pasti

tetes air mata

kau terima

semua kau terima

itu pasti

tanpa minta kembali

kini,

kau pergi

tanpa apa aku

lunasi

dan itu pasti!

2006


INMEMOAR

risau air mata rengatkan senyum mata air tua butir butir derai berurai anak sungai menarak-an telaga kautsar wirid dan zikirku mengantar untuk selamanya kau reguk wangi surga nan sejuk telau balahindang songsong riang men-tasbihkan kemuliaan dunia yang hilang riak terbit barat menantikan seorang tamu tuhan pada lapaknya surga terbentang sayap hangat iringi pasrah bertautlah doadoa dalam langkah dedahkan tangis purba diperhitungan bulan bulan duka dilepas tak pegang pun tidak kem-bang jambu gugur lantak menyerak bumi bau semerbak menghamba pada yang Kul Hak iringkan cahaya ibu cahaya cahaya cahaya itu di kalbu fana fana fanalah diri yang kaku turutkan pada yang satu; Ya Hu dalam tangis seribu rindu rasul aku sandarkan aku sandar-kan diri pada buhul aku takdirkan nasib di tihang ushul pijarpijar mataku di cahaya ruhul hakkul hakkul hakkul risau air mata tua kering kan mata air telaga aku hanyutkan puasa aku larutkan air mata hingga waktu terbentang lebar hutang melahirkan tak kuasa aku bayar walau sejarah tak pernah kau papar dari petang hingga terbit fajar aku lena kasihmu ketika sadar dirimu ibu aku amparkan doa di beledunya pusara duka padami ibu aku pang-gulkan kepergianmu di pundakku yang lemah dan biru aku kuatkan kakiku yang mudah goyah aku bulatkan hatiku yang seing patah dalam tahlil aku sayatkan beribu pohon ampun di keningmu aku sadapkan sebejanasebejana air madu sir kalbu yang tetes di napasmu aku lelahkan langkah air mata ketika tapaktapak senja luluh di cakrawala mengering bibir dari zikir kaffah tibalah waktu berpisah untuk ber-temu di padang mahsyar tempat semua hamba berikrar tak siapa tak siapasiapa semua hamba siasia mengaku diri taqwa yang wara ibu aku titipkan salam pada kekasihmu di sana aku ingin senyum rindunya antarkan harapan yang kelana dirimu ibu kini engkau satu dalam timangnya!

2006

DO’AKU TERKABUL SUDAH

ketika sekali waktu aku berdoa

aku rasa diriku sangat kemaruk dan tamak

lalu,

aku ingin ketenangan

kantuk sedikit datang padaku

aku ingin keakraban

sakit datang padaku

aku ingin terhormat

waktu lima datang padaku

aku ingin amal pahala

batang usia datang padaku

aku ingin taqwa

kesibukan datang padaku

aku ingin iman

besi batu datang padaku

aku ingin islam

sebuah pilihan datang padaku

dan,

aku ingin segalanya dunia ini dariMu

tapi Kau hanya beri aku satu nasihat alamMu

Kau beri tidak yang aku inginkan

tapi Kau tahu itu

walau tampak serakah

do’aku terkabul sudah.

2007

DEFACTO

Seandainya politik itu kejahatan maka;

Misal 1, akan aku buat seperti emas agar jadi arloji biar jamku terlihat tepat waktu dengan janji

Misal 2, akan aku buat seperti berlian agar jadi pulpenku biar terlihat tidak salah saat meneken keputusan

Misal 3, akan aku buat seperti kristal agar jadi kacamataku biar tampaknya dapat melihat jelas aspirasi rakyat

Misal 4, akan aku buat seperti wol dan sutra agar jadi setelan jasku biar orang tidak kira aku sembunyikan borok

Misal 5, akan aku buat seperti kulit agar jadi sepatu dan sarung tanganku biar orang tidak kira aku sembunyikan cakar musangku

Misal 6, akan aku buat seperti dana sosial biar aku terlihat kaya untuk menutupi segala kepelitan dan korup-korupku

Misal 7, akan aku buat seperti karet agar jadi kondomku biar aku dapat memperkosa hak-hak rakyat tanpa kebocoran

Seandainya politik itu kebaikan maka;

Tak bisa aku bayangkan yang lain kecuali cuma satu misal, akan aku buat seperti sabun cuci agar jadi pembersih WC dan cebokku biar kamar kecil, alat kecil dan lubang kecilku bersih dari taik dan bau!

2006

ANAK SI MISKIN DAN AYAM GORENG TETANGGA

aduh mak perutku lapar

tadi aku lihat tetangga potong ayam

sekarang aku mencium wanginya mak

aduh mak harumnya

apa kita akan diberi sepotong dua

nantinanti beli ayam juga ya mak

aduh mak suaranya

enaknya kalau dimakan lagi panaspanas

dengar dengarkan suara gorengannya

aduh mak aku tidak bisa tidur

nantilah aku tidur kutunggu saja

siapa tahu tetangga ingat kita mak

aduh mak baunya

bila saja tetangga tahu kita bangun

bisa jadi kita makan kakinya atau kepalanya mak

aduh mak jika bapak ada

bapak bisa bawa ayam terus

kitakita boleh makan besar seperti mereka ya mak

aduh mak mereka makan

kenapa mereka tak tahu kalau kita lapar juga

andai saja ada sisanya aku tunggu mak

aduh mak kita tak diberi

lahap sekali tetangga makan

kita tidak diberi barang sedikit walaupun sisa mak

aduh mak anjingnya ikut makan

kenapa ya tetangga lupa sama kita

enak jadi anjing saja tidak akan kelaparan mak

aduh mak biar aku tunggu

biar saja bekasbekas anjing itu aku tunggu

barangkalai anjing tetangga ingat sama kita mak

aduh mak aku tidak kuat

perutku jadi berbunyi dan liurku menetes

kalau tetangga datang bangunkan aku mak!

1996

Tak Pernah Tuntas

“MALALAR”: DARI ENSIKLOPEDI, LABIRIN KAMPUS UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT SAMPAI ARUH SASTRA KALIMANTAN SELATAN

Prolog

Tulisan ini ditulis oleh seorang icebreaker dan belum banyak pengalaman. Maaf bila ada kecaman kurang etis, maklum masih muda…

Musabbab Representative

Ada analogi yang akan saya explore mengenai ‘kasus’ representatifnya sebuah hal. Beberapa minggu ini tengah terjadi pengadilan terhadap satu karya yang dinilai tidak layak oleh element yang bernotaben di dunia sastra. Sah-sah saja. Sekarang yang menjadi persoalan ketika pengadilan digeber adalah ‘dalih terdakwa’ mengapa dalam buku ensiklopedi tersebut hanya mencantumkan beberapa sastrawan saja? Barangkali ada alasan tertentu. Sebab sebuah pengadilan akan dikatakan legal ketika menghadirkan terdakwa, pengacara, jaksa dan hakim! Bukan begitu?

Betapapun, sebagai insan sastra yang mengusung keberagaman sebagai tolok ukur apresiasi terhadap karya yang pernah hadir dalam memenuhi cakrawala pikir, analitis dan berdaya nalar kritis maka buku tersebut perlu dikaji ulang atau istilah populer yang sering saya dengar dalam persidangan; PK alias penianjauan kembali sehingga edisi revisi bisa berterima.

Lanjut, mengenai representatifnya sebuah karya dan komunitas baik yang berskala lokal, nasional ataupun internasional masih bersifat nonsense. Mengapa demikian? Semua komunitas yang ada dimana pun berada kerap menanggalkan keberagaman dan memakai ‘jaket kesepemahaman’ saja. (mungkin) Bekerjasama dengan insan yang tidak cooperative malah menimbulkan konflik internal organisasi saja. Kalau tidak bisa dibina maka dibinasakan atau kalau tidak beres, kudu dibereskan saja! Demikianlah, aliran yang difusi oleh komunitas atau instansi seni seantero negeri. Apa buktinya? Lihat pergerakan insan sastra yang berdiri dua blok di pulau seberang atau lahirnya insan komunitas-komunitas yang mengaku berdedikasi tinggi. Mengaku menaungi element bidang tertentu, tapi nyatanya omong kosong belaka. Atau kita lihat juga karya-karya antotologi yang bersliweran tak jelas niatnya. Ada banyak antologi yang ditemui berkaliber se-Indonesia tapi isinya? (Haha)

Nilai apresiasi karya sastra dan maknanya sudah bergeser! Loyalitas diri sebagai insan yang beretika sastra berubah menjadi popularitas-dan haus sanjungan. Apakah ini yang bernama manusia bermartabat?

Sebagai mahasiswi yang mengusung tri dharma perguruan tinggi, hal serupa juga terjadi di perguruan tinggi tempat saya belajar, kasus mafia pendidikan merajela berdalih mensejahterakan kader penerus bangsa—ee.. ternyata sekarang niatan itu sudah digerogoti tikus. Begitu juga senat, kaum cendikia dan jajaran elite kampus seperti BEM, UKM, UKMF yang sedang asyik-asyiknya membangun benteng kehormatan untuk tujuan kelompok. Mereka akan membinasakan kelompok atau individu yang tidak sejalan dengan niatannya. Sebut saja, INTRO (yang mengaku menaungi dunia tulis menulis mahasiswa) kemana dikau berada sekarang? Di makan kutu busuk atau bagaimana? Sebab kaum rektorat yang terhormat dan segenap element, para dekan dan praktisi pendidikan yang pandai menjilat sudah beralih kiblat! (Mudah-mudahan para cecunguk itu dan segenap musuh-musuh saya membaca tulisan ini!

Pada akhirnya tidak ada yang riil menyokong keberagaman dengan tajuk yang bagaimanapun. Mari kita lihat, aparatur kesenian: Dewan Kesenian Propinsi Kalimantan Selatan, tak ada guna berarti yang bisa kita dukung selain keluhan. Bukan demikian?

Akhiri Saja Kegiatan Aruh Sastra!

Begitulah. Jika ada oknum yang menampik senarai himbauan ini ialah dia, kelompok dan individu yang menyimpan muslihat kepentingan saja!

Hal ini beralasan, kegiatan aruh sastra yang secara berkala diadakan setiap tahun tak memberikan hasil yang berarti. Kalaupun ada komunitas yang baru bercokol, itu bukan karena status quo Aruh Sastra tapi inisiatif dan sumbangsih moral untuk membuka diri dalam menunjukkan eksistensinya sebagai kaum intelektual di bidang sastra. Tidak lebih. Kita pahami juga, aruh sastra hanyalah anjangsana pelepas kangen-kangenan yang isinya (lebih) mengenang ke masa lalu. Sebagai contoh: Aruh Sastra di Amuntai tahun lalu, ajang diskusi yang diangkat tidak terlalu booming bahkan temanya biasa-biasa saja. Tidak ada hal baru yang greget. Kalau memang aruh sastra bertujuan mencerdaskan atau mensosialisasikan hal baru tidak demikian. Bahkan berkali-kali tidak hanya diskusi yang didaulat oleh panitia Aruh Sastra, tetapi praktisi pendidikan sastra, dan Balai Bahasa selalu memberikan suguhan yang sudah dikonsumsi terlebih dahulu oleh insan sastra (dibaca: hampir basi).

Secara pribadi, saya mencium ketidakberesan akan pelaksanaan aruh sastra terlebih beberapa tahun terakhir ini. Masalah klasik! (dibaca: financial) perlu digaris bawahi bahwa Aruh Sastra ini bukanlah kegiatan Event organizer atau Production. Kegiatan ini bermula dari kesucian niat dalam rangka membumikan ranah lambung mangkurat dengan kesusastraan bukan kepentingan pribadi!

Kalau nawaitunya sudah menyimpang, buat apa dipertahankan? Dalam forum pleno, saya sering menyarankan kepada presidium sidang:”Buat apa mempertahankan badan yang kerangkanya sudah dipenuhi kemunkaran, Bubarkan saja!”[]

TERIMA KASIH ANDA MENGUNJUNGI BLOG SAYA. HARAPAN JUMPA LAGI