Sabtu, 24 Januari 2009

Legenda Sangsai



: Hudan Nur


AKAN ada masanya kita saling mengerti. Kita saling berpraduga. Ada waktunya kita memang harus bersama dan suatu saat kita juga berpisah. Semuanya memang begitu adanya. Ada masanya malam menjelang dan tiba-tiba saja mentari menerjab. Lalu dirundung usia menuju senja. Lalu, lalu dan berlalu…

Selalu begitu. Selalu saja masa berlalu dengan adanya. Tahun ini, aku berdiri di barisan usia hampir seperempat abad. Waktu berjalan dengan lagunya, penuh suka-cita. Dan berlalu. Tanpa bayang-bayang. Cukup tegak berdiam, sesekali menengok ke belakang, sekadar mengingat kelaluan waktu yang telah lewat. Sesekali juga menelah air liur: pahit.

Semuaya mempunyai garisan yang keteraturannya sudah dikadarkan. Sekarang, adalah masa lalu untuk esok hari. Bukankah kerinduan yang paling syahdu, ketika batang bambu yang sudah terpisah dari rumpunnya dan menjadi suling, akan terdengar betapa suaranyanya melengking-menyayat hati pendengarnya. Betapa ia merindukan rumpunnya tersebut. Betapa ngilu tembangnya. Kita tak pernah mengerti!

Lalu, jalan kita lampaui dengan segala liku-likunya. Bukankah selama perjalanan ini belum pernah kita lalui jalan yang mulus? Selalu saja ada gundukan tanah di tiap-tiap kilometer jalan atau perbatasan wilayah suka-duka bahkan lobang-lobang kecil di pesisir jalan? Atau jalan-jalan yang tak sempurna, tak layak yang tetap kita sebut jalan.

Selalu saja kita lalui itu semua dengan kelapangan, dengan segala keterbatasan sebagai seorang manusia. Hingga waktu bergulir seiring pembaruan yang dipenuhi intrik dan teror-teror kehidupan dalam katalika rampang perjuangan.

Sejenak, kita ramu semua benalu kepedihan yang kita anggap cenaku di setiap interval usia sebagai squad yang patut kita banggakan (karena usai kita khatamkan) tetapi perlu kita hayati bahwa setiap benalu tidak hanya menghinggapi di rumbai cenakumu tetapi, aku-kamu-dia-mereka-kami-kita, tak terkecuali. Setiap insan merasakan dicenaku, ini bagian dari dinamika dan tak perlu kita sebut fenomena. Begitupun dengan bencana, ia datang dengan belenggu masa lalu sebab apa yang dilandainya adalah sebuah persejarahan. Dalam artian, semua yang menimpa hanyalah refleksi yang pernah terjadi sebelumnya. Awal-akhir-awal-akhir (mengenang awal-mempertanyakan akhir), ada-tiada-ada-tiada… selalu begitu-begitu saja.

Pada akhirnya kita akan tersadar dari dagelan nyata kehidupan ini. Hah! Hidup itu statis!

Tak perlu didesaukan ke palung hati-hingga patah hati!

Sebentar, mari bersama kita lihat di sekeliling kita. Adakah ini semua sebuah teater jiwa yang mengiris raga? Keterasingan, kemanusiaan, belenggu dan senandung hati kian menghiasi makna kesendirian saja? Ya! Ini adalah kata akhir bagi kita! Dari pilihan yang memilihkan kita, sebab ada waktunya kita memang tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab ada kalanya seorang aktor menonton pemeranan tokoh-tokoh lainnya, agar dia bisa merenungi diri dari bilik yang dipentaskan rekanan yang lain. Pun sebaliknya. Selalu begitu…

Maka, bila kita disentuh angin, diraba mentari, dibuai malam, dan sebagainya… rasailah sebagai sangsai kehidupan yang berjalan dengan kodratnya. Memang seharusnya! Akhirnya kita berada di titik nadir! Percayalah, segalanya akan berakhir… kita hanyalah mini micky yang dikendalikan sesuatu. Dan sesuatu itu memiliki kedahsyatan yang maha. Sesiapapun takkan menandinginya. Kita kembali ke awal. Berjalan. Dan berlalu ke akhir!

Sabtu, 17 Januari 2009

(Sedikit Bocoran) Bab Pembuka Novelku ENIGMA

1

BEBERAPA dekade setelah ditemukannya Osiris di penghujung desember 2003 sebagai planet yang memiliki persamaan dengan Bumi diperoleh transmisi angkasa lokal bahwa 23 juta kilometer cahaya dari Bumi terdapat sejenis noktah dengan ukuran tiga-per-empatnya Bumi yang dikelilingi kripton namun di dalamnya terdapat hidrogen dan helium. Ia terletak antara Planet Bumi dan Planet Zahara atau Venus. Kadar gravitasi di sana mencapai dua kali lipat dan atmosfernya delapan kali lipat lebih baik dari Bumi, karena lapisan O3nya masih tidak terjamah oleh polusi.

Hal itulah yang menyebabkan perbedaan waktu antara Planet Bumi dan Planet baru itu. Ia berevolusi selama 274 hari dan kala rotasinya 18 jam. Jika di Bumi empat tahun, maka di sana hanya berada di posisi usia tiga tahun. Dalam setahun, ia terbagi menjadi 9 bulan (Dev, Rad, Sid, Edk, Zro, Dbe, Dre, Oex dan Fce) yang masing-masing terbagi menjadi 29-30 hari secara bergantian ditiap bulannya. Satu bulan terbagi menjadi 3 minggu yang setiap minggunya berjumlah 9-10 hari. Nama-nama hari tersebut adalah; Zeraid, Igma, Degom, Brevid, Sardag, Zwaiz, Gaybrav, Merdhan, Sanbler dan Uapias. Namun, pada minggu terakhir atau minggu ke-3 hanya sampai pada hari ke-9 yakni Sanbler.

Konon menurut kabar, planet baru itu ditemukan oleh seorang Guru Besar Fisika di Institut Teknik Bandung, ketika ia memantau benda-benda angkasa di Boscha pada tahun 2023. Ia menyebut benda itu Enigma karena benda itu merupakan tanda tanya. Ia tidak menduga bahwa benda itu adalah sebuah planet. Tak ada yang menyangka tanda tanya dapat bermutasi mengubah semuanya. Infiltrasi sedikit demi sedikit dari sebutir telur yang tidak diketahui apa induknya suatu kelak tentu menetas.

2

Seperti debu yang tertiup angin, kabar itu melesat, membahana menyeruakkan segala. Setiap manusia yang menyatakan manusia pasti paham tentang enigma. Suatu tambang emas bagi yang juga mengaku orang, yang padahal orang-orangan alias manusia jejadian. Ooo? Siapakah itu? Enigma nampaknya mengubah style gossip yang ada di bumi. Apapun itu, selalu dikaitkan dengan eksistensi enigma. Ekonomi, politik, sejarah, budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan, lebih-lebih lagi ideologi. Enigma dijadikan tolok ukur aktivitas mereka. Tak satupun sadar apakah hal tersebut benar? Mewarisi tradisi pembebek, karena paham yang ada; kesalahan dan kebenaran adalah sebuah anggapan. Sesuatu yang benar belumlah benar. Sesuatu yang salah belumlah salah. Puih!!

Sembilan tahun kemudian, planet tersebut dijadikan sebagai wadah pembuangan bagi para pemberontak dari Planet Bumi, yang memiliki daya kecerdasan lebih, namun tidak mau bekerjasama dalam kegilaan eksplorasi dan ekspansi. Karena diwaktu itu, manusia-manusia berhasil direngkuh oleh dogma kebinatangan yang menjanjikan kemenangan. Mereka lupa akan hakikat hidup karena keegoisan telah menutupi hatinya melalui kebahagiaan material.

Dua dasawarsa berikutnya, diperoleh lagi transmisi angkasa lokal bahwa beberapa planet di jagat raya sudah dihuni oleh makhluk-makhluk seperti manusia. Dan tiga tahun berikutnya dideklarasikanlah Bahasa Galaksi sebagai sarana komunikasi di seluruh jagat raya. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan hubungan antar planet tidak dapat terlaksana tanpa kehadiran Bahasa Galaksi. Karena pada masa itu, planetpun mempunyai karakter seperti manusia, yakni membutuhkan pertolongan dari yang lain. Di Bumi, Bahasa Galaksi menjadi bahasa global yang mengalahkan bahasa-bahasa di seluruh dunia.

3

Enigma, Zeraid 21 Rad 2063

Te Zeusubim tampak anggun malam itu, karena ia dikelilingi beberapa lampu-lampu tenaga bintang yang terpancar dari sudut-sudut Enigma. Sedang Domi bertaburan di sana-sini. Domi adalah wujud dari sintesa seluruh tumbuhan di permukaan Bumi yang dikirimkan melalui unsur-unsur radioaktif. Domi berbentuk kerucut yang mana pada bagian tengahnya dipasangi platina yang berisi karbon dioksida, ia bekerja sebagaimana fungsi batang yang mentransformasikan seluruh substansi dalam bentuk cairan yang diperlukan oleh tanaman. Disetiap permukaannya terdapat pori-pori yang berwarna hijau, tempat pertukaran gas. Selain itu, ia juga bertugas sebagai pelindung Enigma dan penyaring pemanasan matahari yang hanya berjarak 126 juta kilometer cahaya.

Te Zeusubim adalah bangunan yang berbentuk persegi dengan bahan kristal yang dicampur platina dan dibuat oleh seluruh hacker serta ahli pikir yang berdaya nalar impian di seluruh negeri dari Planet Bumi. Mereka seakan-akan dikutuk karena kecerdasan yang dimilikinya dan dikhawatirkan akan menggagalkan misi-misi yang telah dicetuskan oleh One World Highest (OWH) milik negara-negara maju di muka Bumi yang bermarkas di Kutub Selatan. Te Zeusubim adalah sebuah pusat peradaban yang dijadikan sebagai tempat penelitian benda-benda angkasa yang secara laten bekerjasama dengan Ferrinova Binggo Amadeus milik Yupiter. Sedang tujuannya adalah mencari sesuatu yang baru guna penyelamatan umat di Bumi karena mau tidak mau mereka berasal dari Bumi, yang tidak rela kalau anak-cucunya dibodohi oleh para penguasa untuk memenuhi seluruh nafsu keserakahan, khususnya dalam pemenuhan segala keperluan sumber energi yang kian hari kian menipis. Mereka mendambakan sesuatu karsa dan karya yang agak berbeda namun fantastik. Mereka tidak mau dijadikan orang-orang flagiat bahkan disebut generasi pembebek, yang hanya bisa meniru ciptaan orang lain, karena hal itu sungguh memalukan.

Seperti malam-malam biasanya, laki-laki yang kini berusia 37 tahun dengan postur tubuh yang tegap itu, kembali menatap bintang-bintang dari teropong planetarium tempatnya bekerja. Namun, ia tidak tahu apakah bintang itu yang dilihatnya kemarin malam. Ia betul-betul tidak bisa membedakannya. Lalu ia menggeser fokus lensa dari tempatnya memandang tadi, sejauh 26 derajat. Dan …, “Apa itu ?”

Palestina, Kebodohan Bangsamu Sendiri

Salam,
Ketika (masih) terjadi hiruk-pikuk pergolakan politik Israel-Hamas Palestina. Saya membesut di kediaman sendiri. Whateverlah, itu murni persoalan politik Boleh kita menilik konflik yang terjadi di beberapa daerah di bumiku, Kalimantan! Ketika setiap daerah mencibir sukuku 'yang mereka katakan kaum kanibal' betapa ngilunya hatiku?
Pembantaian-pembantaian dilakukan oleh keluargaku terhadap suku-suku yang merasa lebih terhormat dan pandai! Katakanlah 'jawa'. Orang Kalimantan disebut bodoh. Kami diam saja. seperti puisi ini:

Juga ketika mereka duduki tanah leluhur ini

Kita tidak diberi pilihan lain

Selain mencoba bertahan

Dan ketika mereka adakan penggusuran

Kita tidak diberi pilihan lain

Selain terus berjaga

Tapi ketika mereka mulai main pukul

Kita tidak diberi pilihan lain

Selain berkeras melawan



Ketika suku tersebut melakukan intimidasi, sekaligus perusakan terhadap apa yang telah dikaruniakan Tuhan untuk dijaga datu-datu kami, pembantaian terjadi... Sukuku marah. Sebab sudah terlalu sering orang-orang pendatang (suku asing) itu membuat kekacauan di tanah kami. Bumi Kalimantan yang Tercinta!
Nah, begitu juga ketika aku mengenal watak suku bangsa arab. Yang serta merta menyombongkan dirinya sebagai golongan ter-paling- golongan lux dan dijamin masuk surga. Hahaha. Apalagi yang membuatku berang, ketika mereka menduduki ranah Kalimantan lalu suatu ketika hadir di tengah-tengah kegiatan-mereka selalu berkelompok-dan selalu merasa lebih terhormat-lebih segalanya

Begitupun halnya ketika anak suku bangsa Yahudi memeluk agama Islam, apa yang terjadi? mereka tetap dengan bangganya mengolok-olok suku bangsa lain dan meninggikan derajatnya! Huh!
Ketika saudara sebangsanya sendiri mengalami perang. Apa yang terjadi???
Sikap apa yang diambilnya? Masa bodohkah?
Akhirnya saya sadar, mereka---suku bangsa mereka---arab--adalah suku bangsa yang egois, suatu saat kemurkaan Allah akan menggelegar... salah satunya Perang Israel dan Palestina...

Minggu, 11 Januari 2009

WAJAH DEPORTAN pra Rilis

SILATURRAHMI SASTRA PENULIS MUDA INDONESIA

PADA awalnya Antologi Wajah Deportan ini ditujukan untuk menjalin silaturrahmi penulis puisi pada lingkup yang lebih luas. Tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya diputuskan untuk membukukan karya penulis muda yang berada di tanah air. Hadirnya antologi ini dalam klasifikasi penulis muda (penulis yang berusia di bawah 40 tahun) dikarenakan adanya persinggungan dalam takaran penulis senior dan junior, hal ini sangatlah beralasan sebab kecenderungan eksistensi penulis muda yang berbakat khususnya penulis-penulis muda di daerah dipandang sebelah mata. Ketika pertama kali diwacanakan mengenai pembukuan puisi-puisi ini kepada rekan-rekan seluruh tanah air, respon positif diterima oleh tim kerja dalam antologi ini.

Tak kurang dari hitungan bulan, karya rekan-rekan penulis muda terkumpul di markas besar Komunitas Teras Puitika. Pengiriman tersebut diterima melalui e-mail, surat, dan ada juga yang langsung mendatangi markas tersebut. Uniknya puisi yang dikirimkan tersebut memuat kultur geografis, khazanah budaya, dan eksotika daerah yang sangat kental namun tetap nyaman untuk dibaca. Selain itu, unsur perlawanan juga mewarnai di antologi ini. Setiap penulis di antologi ini memekikkan kegelisahan dan pengenangan terhadap apa yang dialaminya pada situasi negara sekarang ini. Hingga akhirnya tim penyusun menyepakati untuk membagi puisi-puisi itu ke dalam beberapa bagian yakni: kehidupan, kemanusiaan, perjuangan, perjalanan dan cinta. Pengemasan semacam ini dimaksudkan agar pembaca pemula yang ingin mengenal puisi dapat mengetahui secara langsung langgam maksud yang disuratkan lewat puisi oleh penulisnya.

Antologi ini memuat 41 penulis muda Indonesia dengan kecakapan pengetahuan yang beragam sesuai dengan kondisi wilayah mereka masing-masing. Inilah yang menjadi kebhinekaan yang dimiliki Indonesia. Daya pikir yang mereka refleksikan ke dalam puisi tidak semata-mata torehan tinta di atas kertas. Melainkan sebuah upaya untuk menggugah para pembacanya untuk bersama-sama merenungi apa saja titik-titik komplekstitas hidup dan kulminasi moral yang diramu menjadi satu dalam rangka memanusiakan manusia untuk makna yang sesungguhnya.

Tak dapat dipungkiri bahwa karya-karya puisi yang menjadi mahakarya dan sangggup merubah tatanan sosial ditulis oleh golongan muda, bisa kita lihat angkatan-angkatan penulis puisi sejak boomingnya karya Chairil Anwar. Sayangnya, dominasi golongan senior menyebabkan arus warna yang mempengaruhi karya penulis-penulis baru tersebut. Sehingga mereka tidak mempunyai ciri khas dalam pencitraan puisi-puisinya. Selalu saja ada bayang-bayang karya pendahulunya. Hampir seluruh puisi yang tergabung di Wajah Deportan adalah puisi-puisi yang lahir pada tahun 2000an, semoga kelak ada dobrakan baru untuk membawa perpuisian Indonesia khususnya puisi yang ditulis penulis muda ke arah perubahan dalam rangka pencarian jati dirinya.

Di luar itu semua, selaku manusia yang masih berumur muda kehadiran Wajah Deportan ini tidak terlepas dari dukungan moral dan materiil dari berbagai elemen pihak seperti: Pusat Bahasa, Balai Bahasa Banjarmasin, Arsyad Indradi, H.M. Mugeni, Dewa Pahuluan, Ogi Fajar Nuzuli, Isuur Loeweng S, Eza Thabry Husano, Ariffin Noor Hasby, dan berbagai organisasi kesenian yang bernotaben di Indonesia. Mudah-mudajan antologi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, generasi penerus bangsa kita tercinta ini. Amin.

Banjarbaru, Januari 2009

Kanatoshi Ariwa

Minggu, 04 Januari 2009

Harapan di Tahun 2009


Hari ini aku tiba-tiba saja ingat idealita kawan-kawan se-esensi kala LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa) Regional B yang diselenggarakan oleh DIKTI, November 2007_Universitas Sebelas Maret-Solo. Selalu ada yang baru, ada cita dan ada yang dikalahkan. tahun ini adalah tahun ke-24 aku menjalani kehidupan. Ada harapan baru yang diam-diam aku impikan. Aku ingin membangun squad-gerakan bawah tanah_yang selama ini hanya menjadi impian rakyat marjinal saja. Aku akan wujudkan beberapa doa-doaku sesuai hak yang diberikan Allah kepadaku. ISTIKOMAH!
Harus ada yang dikorbankan. Setiap jalan selalu mengandung intrik yang tidak pernah dibayangkan oleh logika manusia, bukan? Takdir Allah luar biasa. Di luar akal manusia. Nah kawan-kawan se-tanah air, satukan kata_kepal tangan ke udara suarakan "KEBENARAN"!!!.
Kejujuran akan terus landasi langkah kita. Betapapun sulitnya! Salam



Kenangan Tawangmangu-Surakarta November 2007

MEIN SQUAD

: In Memoriam LKMM 2007

aku tiba di tawangmangu

mengakrabi sekawan pipit kecil

dan berkenalan pada seregu squad resimen

: unisri, unpadj, unsoed, undip, ipb, uny, ugm, untanj, isi, unlam, ums, unnes, usd, unad, univet, uns

kegelisahan dirasakan dalam fitur gunung merapi

di sawangan

sesekali membilas pikiran dalam keciprak air kehidupan

bakti ketiga insan mahasiswa

sebentar aku riwayatkan dalam tanah

di bawah perkebunan cermai dan hutan cemara

: heny indriastuti, mekka miqdadia, suci lestari, muhammad nawawi, haryudhi widiasmoro, yogi waldingga, palestina santana, nuky hanggara, rendra hadi saputra, pranti da, m. yuris hamdani, mustadi, nyawitri, eny nurliani, taufik kurniawan, agi suprayogi, zaid romegar mair, intan rawit sapanti, joko susilo, yanto, agus budiarso, triana setyawati, damas lukis andarwan

kita bersama akan di kubur di kedalaman sejarah

bercengkarama dengan burung-burung yang sempat membuat kupu-kupu

terpesona pada ketajaman mata seekor capung

: seperti kita

memadukan perbedaan dalam kepalan tangan di udara

mein squad

jangan kau artikan sebuah belenggu karena hari itu kita terpatri di kata akhir

kau abdikan sebagai bukti kesenjangan

: tak mau diam tertindas

aku, kau, mereka sudah kembali ke peristirahatan masing

menebus bela sungkawa yang terlanjur dimaknai sebagai upeti

pun hak yang tak berinisial

: jihad kepada golongan!

Teras Puitika, Januari 2009

TERIMA KASIH ANDA MENGUNJUNGI BLOG SAYA. HARAPAN JUMPA LAGI