CATATAN MALAM TADARUS PUISI DAN SILATURRAHMI SASTRA 2008
TAHUN ini sudah kelima kalinya Banjarbaru mengadakan ritual tadarus puisi dan silaturrahmi antar seniman, sastrawan dan pencinta sastra. Kalau kita runut ke belakang pada tahun 2004, istilah tadarus puisi ditawarkan oleh saudara Sandi Firly yang kemudian diamini oleh forum rapat pada waktu itu. Kegiatan ini akhirnya terus berjalan sepanjang ramadhan dan nampaknya sudah menjadi brand mark-nya
Pada malam itu peluncurun antologi puisi Hamami Adaby; Di Jari Manismu Ada Rindu, cukup menyita perhatian hadirin. Tidak hanya itu ada beberapa antologi yang juga diberikan secara cuma-cuma kepada undangan antara lain; Garunum, DIMENSI dan Kaduluran. Sosok Hamami Adaby termasuk penyair yang sangat produktif. Dalam hitungan bulan, ia mampu menyelesaikan antologi puisi dan diterbitkan sendiri secara manual. Luar biasa sekali apalagi bagi orang yang seumuran beliau.
Sayangnya, antologi puisi Eza Thabry Husano yang terbaru tidak dapat diluncurkan bersama karena pada tanggal 20 September 2008 baru selesai cetak. Padahal masing-masing antologi Hamami Adaby dan Eza Thabry Husano memuat seratus judul puisi. Mungkin dalam waktu dekat peluncuran itu akan dilaksanakan secara terpisah.
Moment Tadarus Puisi
Inilah suspense yang sebenarnya menjadi benang merah dalam kegiatan tersebut. Meski secara keseluruhan jumlah peserta yang datang jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi, acara tadarus puisi ini tidak berjalan sesuai namanya. Kenapa? Kata tadarus memiliki arti membaca, mengulang dan mandarasi. Tadarus puisi berarti tidak lebih dari istilah qiraat puisi. Nah, yang lebih menonjol bukannya pembacaan tersebut melaintan tampilan-tampilan teater. Malah ada banyak undangan yang tidak kebagian waktu untuk membaca puisi karena satu dan lain. Tidak hanya itu; musikalisasi puisi, nasyid dan dramatisasi puisi juga demikian. Cukup menyita waktu dan mungkin menjemukan penonton!
Ini menjadi masukan penting panitia untuk pelaksanaan tadarus puisi berikutnya. Komposisi qiraat puisi harus lebih diutamakan daripada tampilan-tampilan kelompok.
Suasana Silaturrahmi Sastra
Kembali kepada makna istilah silaturrahmi, menyambung ikatan yang pernah ada namun pernah putus.
Benarkah ada ikatan yang terputus? Antar siapa dengan siapa? Atau kelompok mana dengan kalangan mana?
Hanya saja suasana membaur dapat dirasakan pada nuansa sastra tersebut. Tetapi yang menjadi perhatian adalah para undangan yang hadir. Tidak di acara yang berskala lokal, nasionalpun bahkan internasional barangkali ajang yang bertajuk kumpul-kumpul sastra atau penulis malah menjadi tempat ngobrol antar individu dan antar kelompok. Mungkin keterbatasan kesempatan untuk pertemuan tersebut hingga harus saling melepas kangen-kangenan dan tidak fokus pada acara yang disuguhi di atas panggung. Bahkan pembacaan-pembacaan puisi tidak disimak lagi; yang dipanggung asyik teriak-teriak sedang yang lain asyik berbincang-bincang tentang apa saja. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kegiatan yang juga diadakan semalam sebelum kegiatan tadarus puisi ini. Ada Mr. GAM (Gatah asli Marikit) dari Hulu Sungai Tengah yang bakisah tentang cerita yang kalau dipikir-pikir tidak koheren. Tetapi para penonton yang hadir di taman air mancur tersebut sangat antusias dan memperhatikan dengan seksama kata demi kata yang disampaikan oleh Mr. GAM tersebut. Memang yang hadir bukan seniman atau kelompok sastra.
Kalau memang kita punya apresiasi terhadap sastra, seharusnya apa yang disuguhi di atas panggung dapat dimaknai juga diperhatikan.
Tetapi, betapapun tahun ini tadarus tetap lebih meriah dan berhasil banyak menyedot perhatian pengunjungnya. Mudah-mudahan tahun depan bisa lebih baik lagi[]