Sabtu, 11 April 2009

JANGAN TIRU NABI MUHAMMAD

Kawan, perjalanan itu berat, kau saksikam itu. Liku-liku, darah jatuh menganak sungai. Miris…setiap kepak buarng camar serta Nazar, mentasbihkan bahwa hidup hanyalah urusan waktu. Aku rindu sosok Syekh Siti Djenar, yang dipenggal oleh kesombongan manusia yang menganggap dirinya “Waliyullah”.
Kawan, jangan contoh Nabi Muhammad, tapi contohlah Machiaveli. Bukan Musa tapi dekati Hitler. Sungguh…aku tak mengada ada. Menjadi Nabi Muhammad, berarti kita harus berani memperhatikan sekeliling, menyantuni, dan tidak lagi berpikir demi diri sendiri. Pun ketika keu memutuskan menjadi Musa, berarti kau siap merasakan sakit akibat usahamu menegakan kalimat Tuhan.
Terlalu berat kawan, tiru saja Machiaveli dan Hitler, walau mereka sombong, bengis, tapi mereka lakukan itu kareana diri mereka sendiri. Dan merekapun bertanggung jawab atas kesombongan dan kebengisan yang mereka tunjukkan.
Kawan, tak pantas kita meniru Nabi Muhammad atau Rosul Musa. Tingkah laku kita terlalu jauh dari apa yang mereka lakukan dulu. Jangan kau mengelak dengan berkata bahwa hidup adalah proses perbaikan. Terlalu sombong ketika kita berucap itu. Meniru Machiaveli dan Hitler saja belum bisa bagaimana mungkin mengekor nabi nabi.Bertanggungjawab atas apa yang dilakukan diri sendiri saja tak bisa, apalagi memperbaiki sekelilikg kita.
Kawan, jangan tiru Nabi Muhammad.Kawan, ini semua perenungan. kembali pada diri kita. Selama ini kita telah menemukan Tuhan, selama berabad-abad lamanya, engan masing-masing perspektif pencarian dan pemahanan di era tertentu mulai majusi, era pertengahan hingga paham akan konsep diri abad yang lalu. Semua renungan ini aku cuplik dari [sangmerdeka.blogspot.com] sebagai kontemplasi diri.

7 komentar:

Unknown mengatakan...

lakukan apa yg terbaik, menurut Islam. itu saja.

Kodoy|Net|Blog mengatakan...

teruslah jalani hidup...... percayai apa yang kau yakini kawan.... aku, dia bahkan dirimu mempunyai satu keyakinan berbeda.....tapi jangan perbedaan menjadi satu kebencian diantara kita,.... keep on smile kawan...

it's Utap ! mengatakan...

waahh judulnya bikin rada emosi, tapi ternyata reda setelah baca

salam kenalll

Arsyad Indradi mengatakan...

Ha ha ha anak Abah bikin Abah kaget aja setelah baca judulnya.Tapi setelah habis baca Abah jadi manggut-manggut kek kek kek kiraian apa.Abah baru aja datang pentas tari Rampak Gendang Nusantara XII di Malaka Malaysia 7-16 Apr 2009.Kaya apa, baik2 aja kan sayang. Kena Abah mau ke rumah.

Miftahuddin Munidi mengatakan...

garam memang dari lautan kawan. tapi garam bukan lautan.

pun jika orang bicara tentang air
belum tentu memahami apa itu lautan

sebab sekedar tahu belum tentu mengerti.

semoga kau lebih bijak lagi, tunggu sedikitpintar minggu depan.

Robi mengatakan...

wduwh.. jdulnya bahaya tu!?

isiny jg kurang bisa dimengerti.. hehehe... klo yg baca kurang bisa mngerti bisa bahaya lho!?

Anonim mengatakan...

Mengaku jadi diri sendiri juga kesombongan. Karena yg ada di kepala kita -sejatinya- semua kutipan.

Salam dari warung subalah...

TERIMA KASIH ANDA MENGUNJUNGI BLOG SAYA. HARAPAN JUMPA LAGI