IDENYA dalam Lovetrust project adalah
menggunakan seni sebagai investigasi cinta dalam segala hal. Proyek cinta ini
dijalankan Katrine May Hansen selama 11 tahun berturut-turut di Indonesia. Dan
di Sulawesi Tengah, lawatannya ini adalah kali kedua setelah sebelumnya di
tahun 1999 ketika pecahnya konflik Poso dengan epigon SARA.
Katrine
yang seorang guru Bahasa Inggris dan sejarah ini dengan ramah memaparkan
perjalanan hidupnya yang dipenuhi ketidakpercayaan ini sejak masih kanak-kanak.
Bagi perempuan Denmark kebanyakan, menurutnya keperfecsionisan perempuan disana
sangatlah penting. Lebih lanjut ia menceritakan pengalamannya waktu muda dengan
memakai kontak lensa dan juga kacamata minus 1300. Ia merasa dijauhi dan nyaris
buta. Hingga selepas SMA ia memutuskan kabur dari rumah dan memulai
petualangannya pergi ke kota-kota lain, bahkan ke luar benua.
Dari
perjalanannya itu, pada akhirnya ia sadar bahwa bagaimanapun ia tak bisa lepas
dari kulturnya. Ia tetap seorang perempuan Denmark dengan segudang intrik kebudayaannya.
Hingga
11 tahun lalu sampailah ia di Indonesia dan jadilah perkenalan awal di Negara
ini. Ia selalu ingin kembali ke Indonesia. Bila di Denmark ia merasa hatinya
ada di Indonesia. Baginya di Indonesia orang-orang dan perempuan-perempuannya
ramah. Terbukti ketika ia, pergi ke sebuah warung kopi di Kota Palu. Pengunjung
di tempat itu menyapanya dengan ramah dan saling bersalaman dan ini tidak
mungkin terjadi di Denmark. Perempuan-perempuan Denmark saling arogan, tanpa sapa
apalagi hanya untuk menyunggingkan sebuah senyuman lirihnya.
Di
Palu, pada 1 Oktober kemarin. Katrine menghadiri diskusi yang berlangsung di
Zaya Café dan Poerty Jams Sesion di Gedung Juang. Yang menarik ketika diskusi,
rekan-rekan lintas generasi yang hadir memberinya oleh-oleh argumen. Setidaknya
mengenai proyek yang dijalaninya sekarang. Oposisi Binner antara barat dan
timur tidak kalah menjadi sorotan karena tentu ia juga mengidentifikasi kultur
antara Denmark dan Indonesia. Selain keingintahuannya yang besar terhadap
Islam, sebab di negaranya sulit ditemukan penganut Islam.
Pada
sesi baca puisi di Gedung Juang. Ia membacakan 6 judul puisi dengan kekhasan
orang Barat yang menitikberatkan pada teks dan makna yang ingin disampaikan. Ia
juga berduet dengan seorang seniman Palu, Hapri Ika Poigi. Berdua mereka
membaca Puisi Aku karya Chairil Anwar dalam versi Indonesia dan Denmark. Rupanya
puisi Jeg (Aku) Chairil Anwar, sangat
dikenal penyair-penyair Denmark. Sehingga ketika rekan-rekan Palu bertanya, “Do
you know Chairil Anwar?” ia langsung sumringah. Kehadiran Katrine pada malam
baca pusi di Gedung Juang itu, sedikit mengobati kegalauan orang-orang yang
sebagian besar seniman pada malam minggu itu. Nampak, rekan-rekan film,
nombaca, juga seniman individu seperti; Mas’amah Amin Syam, Neni Muhidin, Udin
FM, Emhan Saja, Hanafi Saro, Zulkifli Pagessa, Smiet Lalove, Endeng Mursalim,
Jamrin Abubakar, Satries, Hapri Ika Poigi, Yusuf Radjamuda, Pay Toeng, Soraya
Pinta Rama, dan kawan-kawan penggalau malam itu. Saya sendiripun ditodong untuk
membaca puisi mengawali Poetry Jams Sesion tersebut. Malam itu bagi saya
sungguh picisan.
Indonesia 9
The soft sound
of rain on the thatched gazebo,
is overpowering
the voice in my head,
telling me to
stop obsesseing.
I yawn,
as the coconut
palms and the line on the horizon blurs,
Gunung Rinjani
disappears,
as the world and
the words and the thought
and the voice
materializes
to a man,
to the unlikely
companion.
He wipes the
rain from my face,
and makes love
to me on the gazebo.
(Katrine May
Hansen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar