SEMUANYA berkumpul di terminal Garuda Indonesia, Bandar
Udara Soekarno Hatta jam 1 siang sebelum keberangkatan Ke Damaskus yang akan
transit di Doha. Di Damaskus ada sejumlah tempat eksotik yang sayang tak dikunjungi
antara lain: ke Gunung Qosiyun, Tikyi Sulaimani, ziarah makam ke sahabat Bilal
bin Ar-Rabah dan para Syuhada Karbala, Masjid Umawi (makam nabi Yahya dan
Menara Isa yang dipercaya tempat turunnya nabi Isa pada akhir zaman), makam
Salahuddin Al_Ayobi (pejuang membebaskan Baitul Maqdis dari tentara salib), kincir
air tertua di dunia di tebing sungai Orontes, Crac Des Chevalier Castle.
Kemudian
perjalanan dilanjutkan. Rombongan kami tiba di Jeddah melalui King Abdul Azis
Airport. Dari Jeddah kami langsung diboyong ke Madinah Al-Munawarrah dengan jarak tempuh
390 km dalam waktu 6 jam. Aku dan yang lain menginap di Rawdah Luxurious Hotel,
tidak jauh dari pelatar Masjid Nabawi.
Hari pertamaku di Madinah ziarah dalam ke Raudhoh (tempat mustajab). Banyak
orang keliru dengan tempat ini karena Raudhoh
tidak luas, cirinya karpet warna hijau dan putih dan bermihrab dalam masjid. Konon
yang melaksanakan sholat 2 rakaat lalu berdoa di sini. Semua permintaan kita
akan dikabulkan Allah. Di sini, aku berdo’a pada Allah untuk mengampuni
dosa-dosaku, memberiku petunjuk dalam sisa umurku di dunia. Sholat di tempat
ini sangat berjejal, semua umat Nabi Muhammad yang ke Madinah bertujuan utama
untuk sholat di sini. Semua dibagi menjadi beberapa ras oleh laskar-laskar
perempuan. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura masuk ke dalam ras
Melayu. Yang akan dapat giliran terakhir, giliran jam 10 pagi waktu setempat.
Sebab bila kita tak seras, atau kita mengikuti ras lain seperti orang-orang
Pakistan, Mesir, atau Bangladesh kita akan terjepit oleh tubuh mereka yang
tinggi dan besar. Setelah beberapa kali sholat dan berdo’a akupun keluar
Raudhoh. Tapi tidak keluar Masjid, aku sholat sunat lagi. Pada rakaat kedua aku
merasa seluruh permukaan kulitku seperti teriris, luka. Seusai salam, aku
periksa ternyata tak terjadi apa-apa di kulitku. Lalu aku teringat, doa ketika
di Raudhoh. Mungkin Allah menghapuskan dosa-dosaku itu, namun rasanya tak
terelakan perihnya. Hingga dua jam aku iktikaf dan perih itu masih terasa membaluri
pori-pori.
Di dalam masjid
Nabawi sendiri ada makam Rasulullah SAW dan dua sahabat beliau Abu Bakar dan
Umar R.A, selain itu ada juga mahtabnya Fatimah. Bilik tua dengan warna abu-abu
yang setiap dindingnya dihiasi ventilasi kecil persegi enam. Aku duduk persis
di belakang mahtab Fatimah tersebut. Kini yang menghuninya adalah burung-burung
dara yang warnanya beragam dengan bulu lembut dan ukuran mereka besar-besar.
Pemanduku cerita, bahwa di komplek mahtab ini dulu Nabi Muhammad hanya sendiri,
kala itu belum ada bangunan apapun, tak semegah ini. Di padang kerontang itu,
Nabi hanya ditemani sebatang pohon kurma yang tak kalah kerontangnya. Pohon
kurma itu menangis, keinginannya tak lain hanyalah menemani Nabi Muhammad. Oleh
kesetiaannya itu, nabi menamainya Azwa.
Setiap usai
sholat maghrib, sejumlah ustadzah melakukan pengajian di dalam masjid sembari
menunggu waktu Isya. Ada satu hal yang bisa kuresapi, ketika seorang dari
mereka di pojok kanan mengurai sebuah hadits Nabi Muhammad. Yang isinya bahwasanya
Nabi Muhammad melarang umatnya untuk meminta pekerjaan, menjilat untuk
memperoleh kedudukan dalam karier, atau memperoleh pekerjaan karena faktor
koneksi atau kenalan atau keluarga, apalagi bekerja yang diawali menyogok
seseorang/lembaga. Bagi yang mendapatkan pekerjaan dengan cara demikian, kata
Nabi Muhammad; “Sesungguhnya mereka itu tidak lebih hina dari anjing.” Masya allah.
Sekejab aku teringat kebiasaan orang-orang di negaraku, kebiasaan yang mendarah
daging bagi sejumlah kalagan di Indonesia.
Hari-hari
berikutnya aku berziarah ke tempat-tempat yang bersejarah; Masjid Qiblatain (Masjid dua kiblat), kala itu Nabi Muhammad shalat
Ashar yang arahnya ke Baitul Maqdis ke Palestina pada rakaat pertama dan kedua,
Nabi Muhammad berdo’a agar umat Islam tidak lagi sholat mengarah sana maka
dengan kekuasaan Allah di rakaat ketiga dan keempat Nabi shalat sudah mengarah
ke Mekkah ke Baitullah, Masjid Quba
(Masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW) bila kita sholat
tahyatul masjid dan sholat sunat lagi dua rakaat pahalanya sama dengan kita
menunaikan ibadah umroh, Jabal Uhud
(Makam para Syuhada Perang Uhud, antara lain Sayyidina Hamzah bin Abdul
Muthalib yakni paman Rasulullah dalam perang tersebut ada 70 sahabat yang juga gugur), Sab’ah Masjid di Khandaq (merupakan gardu penjagaan waktu
mempertahankan kota Madinah), lalu ke Kebun
Kurma (ada teh kurma yang airnya berasal dari air palestina/ zero point
atau bersatunya sub polar dan nonpolar),
Jabal Magnit (mobil bisa berjalan dengan sendirinya tanpa mesin) dan Percetakan Al-Quran.
Di Madinah, aku
merasa suhunya luar biasa panasnya. Wajah kita seperti dipangang di oven. Aku
tanya berapa derajat panasnya, seorang memberitahuku 540, bahkan
diantara kami ada yang seluruh kakinya melepuh terluka karena kepanasan. Dalam
panas itu, aku melihat sejumlah orang Arab duduk di tengah jalan tanpa
beralaskan tikar atau semacamnya. Beberapa keluarga kulit hitam duduk melingkar
menghadapi lempengan roti yang sangat besar. Aku takjub. Di sini semua orang
flu dan batuk, tak terkecuali. Termasuk aku.
Hari terakhir di
Madinah rombongan bus kami menuju Biir Ali melakukan niat Umroh (Miqat) lalu
sholat dua sunat rakaat dan melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Sambil membaca isti’lam
aku merenung. Aku tidak pernah bermimpi ataupun membayangkan kalau puasa
ramadhan tahun ini akan kulalui di luar daerah. Hanya saja setiap mendengarkan
cerita orang ke Baitullah, hatiku menangis. Ingin rasanya menikmati perjalanan
bathin di rumah Allah itu.
Saudi Arabia
terdiri dari 13 provinsi: Bahah, Hududusy Syamaliyah, Jauf, Madinah, Qasim,
Riyadh, Syarkiyah, Arab Saudi (Provinsi Timur), ‘Asir, Ha’il, Jizan, Makkah,
Najran dan Tabuk. Merdeka pada 23 september 1932, Andul Azis as-Sa’ud – dikenal
juga dengan sebutan Ibnu Sa’ud memproklamasikan berdirinya kerajaan Saudi
Arabia(al-Mamlakah al’-Arabiyah as-Su’udiyah). Jeddah adalah kota pelabuhan
utama (pelabuhan laut maupun pelabuan darat) didirikan oleh Sayyidina Utsman bi
Affan. Jeddah terletak di Provinsi Mekah. Kota terbesar kedua di Negara Arab
Saudi selain Riyadh.
Di Makkah kami
menginap di Rawabi Al-Taj. Dari namanya aku yakin pemiliknya pasti orang India.
Hotel ini persis di belakang Grand Zamzam yang berhadapan langsung pintu dengan
Masjidil Haram, pintu 1 King Malik Abdul Aziz. Dan benar saja dugaanku, tidak
seperti di Hotel Rawdah di Madinah yang dihuni beragam suku bangsa. Di hotel
ini, sebagian besar di huni orang India dan Srilangka. Ukuran kamarnyapun tak
seperti seluas di Madinah. Di sini kamar kami tak dilengkapi dapur dan ruang
tamu. Hanya kamar dan kamar mandi. Beruntung menu makannya ala Banjar semua.
Hal ini yang menjadi kecemburuan rekan kami yang tinggal di Hotel Hilton,
setiap kali disuguhi masakan ala Eropa. Tak pas dilidahnya. Di Makkah, panasnya
tak jauh beda dengan Kota Palu. Sehingga sejumlah aktivitas yang kulakukan tak
terpengaruh oleh cuaca hari.
Selanjutnya ke Masjidil Haram untuk melakukan Umroh;
Thawaf, Sa’I, ditutup Tahalul. Pertama kali masuk ke Masjidil Haram lewat pintu
1, hatiku bergetar bercampur haru. Aku lihat jutaan manusia memenuhi masjid
juga Ka’bah. Setelah berniat thawaf dan keliling 7 putaran, aku sholat dua
rakaat di belakang makam Nabi Ibrahim. Usai sholat aku mengangkat kedua
tanganku yang dialiri airmataku sendiri. Inilah tanah haram yang berarti haram
api neraka menjilatnya. Betapa beruntungnya orang meninggal dunia di sini. Aku
membathin. Betapa meruginya orang yang
mempunyai kemampuan materi namun tidak tergerak hatinya pergi ke rumah Allah.
Namun begitulah, Allah akan memilih dan memanggil siapa-siapa yang menjadi tamu
rumahNya itu. Termasuk aku, yang hingga kini tak memiliki rumah. Aku hanyalah
orang kost-kostan yang tinggal dihunian ukuran 6 X 12 meter, itupun sudah
termasuk ruang tamu, kamar, dapur, dan kamar mandi. Aku menyebutnya rumah
burung, karena mungil. Dan aku termasuk beruntung.
Allah menurunkan
120 rahmat melalui Ka’bah. 60 rahmat
bagi mereka yang melaksanakan thawaf, 40 rahmat bagi mereka yang melaksanakan
sholat, dan 20 rahmat bagi yang melihat ka’bah. Dan sesungguhnya sholat di
Masjid Nabawi 1000 kali lipat bila kita melakukan sholat di tempat lain di
penjuru dunia dan 100.000 kali lipat bila kita sholat di Masjidil Haram.
Subhanallah. Dan barangsiapa yang melakukan umroh di bulan ramadhan pahalanya
sama dengan menunaikan haji. Hari-hari berikutnya selain melakukan umroh-umroh.
Aku juga melakukan thawaf sunat. Setelah sholat zuhur, tepat jam 1 siang. Aku
thawaf sunat. Aku suka thawaf ba’da zuhur karena lebih sedikit orang yang
mengelilingi ka’bah ketimbang waktu-waktu lain. Mungkin disebabkan bulan puasa
dan matahari yang sangat terik, sedang kita diharamkan menutup kepala dan
wajah. Seperti biasa aku sholat sunat setelah 7 kali keliling ka’bah di
belakang makam Ibrahim. Kali ini, aku pelan-pelan masuk kembali ke putaran
orang-orang thawaf. Tanpa susah payah, aku dengan mudah masuk di Hijr Ismail. Tempat setengah lingkaran
di sisi kanan setelah pintu Ka’bah. Aku sholat sunat dua rakaat
sebanyak-banyaknya. Setelah itu aku menghampiri dinding Ka’bah, tepat di bawah
pancuran emas. Aku kembali memanjat do’a. Mataku tak mampu membendung sedih,
haru dan bahagiaku mencium dinding Ka’bah yang beraroma wangi Hajar Aswad itu.
Sebab tak semua orang mampu dan bisa tepat berdo’a di bawah pancuran emas. Usai
itu, aku melanjutkan ke Rukun Yamani,
kembali kali ini aku bisa tanpa terhimpit orang-orang yang juga ingin mencium
batu tersebut.
Yang menarik
adalah ketika orang-orang berjuang keras untuk bisa mencium Hajar Aswad. Bahkan
sebagian ada yang berkelahi dan menggunakan jasa orang lain untuk mengangkat
seseorang mencium, menembus orang-orang lain yang juga berkeinginan yang sama;
mengecup Hajar Aswad. Jasa itu biasa disebut Ojek, orang-orang yang ingin
mencium batu Hajar Aswad dibopong oleh beberapa laki-laki dan membayar sejumlah
riyal, minimal 100 riyal. Bagiku ini sebuah rekayasa karena dibantu dengan
menggunakan joki. Selain itu, joki-joki yang membopong itu akan menerobos
orang-orang yang antri mencium batu Hajar Aswad bahkan tak jarang mereka
mendorong orang lain hingga terjatuh. Bagiku ini tindakan haram. aku kembali
duduk memperhatikan semuanya. Aku baru sadar dan tahu kalau kompas yang selama
ini kupakai sebagai petunjuk arah angin itu berpusat di Ka’bah. Manakala aku
berada di kiri Ka’bah, petunjuk kompas mengarah ke barat. Begitu juga
sebaliknya, Subhanallah. Seseorang mengingatkan aku bila tak ada lagi orang
melakukan thawaf lagi maka kiamat akan datang.
Di Makkah aku juga berziarah ke beberapa
tempat: Jabal Nur yakni tempat Nabi
Muhammad menerima wahyu pertama, di dalamnya ada gua (gua hira) seukuran Nabi Muhammad
shalat, dan di dalamnya lagi ada lubang yang jika ditengok mengarah ke Ka’bah, Jabal Tsur (Tsur artinya kepala
sapi/banteng) adalah tempat nabi Muhammad dan Abu Bakar bersembunyi dari
kejaran kaum Musyrik Quraisy, Masjid
Namirah (Singa Betina) yakni sebuah masjid di kawasan Arafah yang menjadi
tempat Rasulullah berkemah, Nabi memberi nama Namirah karena waktu itu di
padang tandus Arafah hanya dihuni oleh seorang Nenek tua. Beliau takjub akan
kemampuan Nenek renta tersebut lalu mendirikan masjid yang diberi nama Namirah
oleh Nabi. Jabal Rahmah, tempat pertemuan Nabi Adam AS dan Siti Hawa selama
200 tahun, Mudzalifah; tempat
mengambil kerikil dan niat bermalam (mabit) pada waktu musim haji, Mina: Tempat melempar Jumrah Ula,
Wustha dan Aqabah. Ke Masjid Jin, Ma’la (makam istri Nabi Muhammad, Siti Khadijah),
Masjid Abu Hurairah, Masjid Hudaybiyah (tempat Nabi Muhammad
menandatangani perjanjian damai, perjanjian Hudaybiyah), Peternakan Unta, Kiswah
Ka’bah/Museum Dua Tempat Suci. Selanjutnya baca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar