SILATURRAHMI SASTRA PENULIS MUDA INDONESIA
PADA awalnya Antologi Wajah Deportan ini ditujukan untuk menjalin silaturrahmi penulis puisi pada lingkup yang lebih luas. Tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya diputuskan untuk membukukan karya penulis muda yang berada di tanah air. Hadirnya antologi ini dalam klasifikasi penulis muda (penulis yang berusia di bawah 40 tahun) dikarenakan adanya persinggungan dalam takaran penulis senior dan junior, hal ini sangatlah beralasan sebab kecenderungan eksistensi penulis muda yang berbakat khususnya penulis-penulis muda di daerah dipandang sebelah mata. Ketika pertama kali diwacanakan mengenai pembukuan puisi-puisi ini kepada rekan-rekan seluruh tanah air, respon positif diterima oleh tim kerja dalam antologi ini.
Tak kurang dari hitungan bulan, karya rekan-rekan penulis muda terkumpul di markas besar Komunitas Teras Puitika. Pengiriman tersebut diterima melalui e-mail, surat, dan ada juga yang langsung mendatangi markas tersebut. Uniknya puisi yang dikirimkan tersebut memuat kultur geografis, khazanah budaya, dan eksotika daerah yang sangat kental namun tetap nyaman untuk dibaca. Selain itu, unsur perlawanan juga mewarnai di antologi ini. Setiap penulis di antologi ini memekikkan kegelisahan dan pengenangan terhadap apa yang dialaminya pada situasi negara sekarang ini. Hingga akhirnya tim penyusun menyepakati untuk membagi puisi-puisi itu ke dalam beberapa bagian yakni: kehidupan, kemanusiaan, perjuangan, perjalanan dan cinta. Pengemasan semacam ini dimaksudkan agar pembaca pemula yang ingin mengenal puisi dapat mengetahui secara langsung langgam maksud yang disuratkan lewat puisi oleh penulisnya.
Antologi ini memuat 41 penulis muda Indonesia dengan kecakapan pengetahuan yang beragam sesuai dengan kondisi wilayah mereka masing-masing. Inilah yang menjadi kebhinekaan yang dimiliki Indonesia. Daya pikir yang mereka refleksikan ke dalam puisi tidak semata-mata torehan tinta di atas kertas. Melainkan sebuah upaya untuk menggugah para pembacanya untuk bersama-sama merenungi apa saja titik-titik komplekstitas hidup dan kulminasi moral yang diramu menjadi satu dalam rangka memanusiakan manusia untuk makna yang sesungguhnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa karya-karya puisi yang menjadi mahakarya dan sangggup merubah tatanan sosial ditulis oleh golongan muda, bisa kita lihat angkatan-angkatan penulis puisi sejak boomingnya karya Chairil Anwar. Sayangnya, dominasi golongan senior menyebabkan arus warna yang mempengaruhi karya penulis-penulis baru tersebut. Sehingga mereka tidak mempunyai ciri khas dalam pencitraan puisi-puisinya. Selalu saja ada bayang-bayang karya pendahulunya. Hampir seluruh puisi yang tergabung di Wajah Deportan adalah puisi-puisi yang lahir pada tahun 2000an, semoga kelak ada dobrakan baru untuk membawa perpuisian Indonesia khususnya puisi yang ditulis penulis muda ke arah perubahan dalam rangka pencarian jati dirinya.
Di luar itu semua, selaku manusia yang masih berumur muda kehadiran Wajah Deportan ini tidak terlepas dari dukungan moral dan materiil dari berbagai elemen pihak seperti: Pusat Bahasa, Balai Bahasa Banjarmasin, Arsyad Indradi, H.M. Mugeni, Dewa Pahuluan, Ogi Fajar Nuzuli, Isuur Loeweng S, Eza Thabry Husano, Ariffin Noor Hasby, dan berbagai organisasi kesenian yang bernotaben di Indonesia. Mudah-mudajan antologi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, generasi penerus bangsa kita tercinta ini. Amin.
Banjarbaru, Januari 2009
Kanatoshi Ariwa
2 komentar:
antologi wajah deportan, agaknya mesti disikapi dengan bijak. tidak perlu dicurigai, apalagi dianggap makar terhadap rejim status quo dalam dunia kesusatraan indonesia. dia bukan suatu bentuk senjata yang ditujukan untuk membunuh siapapun. tapi hanya sepercik api perjuangan, eksistensi, dan gairah yang akan membakar apapun di hadapannya: dengan cinta...!!!
salam kenal mba...
dimana kira2 sy bisa dpt antologinya?
Posting Komentar