Kamis, 26 Maret 2009

Plakat Pembuka

Wajah Deportan

(Eko Putra)

paman, tunggu sebentar

jangan beranjak dari bangkumu

aku ingin bicara

tentang gambar-gambar kebudayaan

yang kita jadikan reklamasi

tempat tanahair menceritakan

dukalara nenekmoyang, melalui

tangan-tangan kita dan teror-teror kita

(dalam kamar sejarah

kita menyulap anak-anak

sebagai ritus-ritus hedonis

yang kita lahirkan berabad-abad

lewat kata dan kemiskinan yang

membatu)

paman, apakah engkau akan

melukis wajah kita dalam

carut-marut ini, pada

lapar dan dahaga

di tanah subur ini

lalu kita berteriak dalam gema

yel-yel, selebaran, spanduk, televise

koran, majalah, radio…

“ mari kita revolusikan cinta ini !”

tapi kemiskinan telah ngalir

di tubuh kita, di kolong jembatan

di sawah-sawah, di gunung-gunung,

di sungai-sungai, hotel dan gedung bertingkat

paman

semuanya menggumpal

dalam usus saudara kita

yang selalu kesakitan, mengenang

janji-janji kita, dan masih

menyala pada harapan mereka

menjadi darah busuk kita dalam denyut nurani kita

yang terpenjara

(paman, kumatian televisi

agar anak-anak belajar

menghitung masa lalu)

dan akhirnya kita akan mengerti

bahasa dan kebudayaan

yang telah porak-poranda

dari tempat dudukmu

dari wajah telanjang kita

Sekayu, 2008

Tidak ada komentar:

TERIMA KASIH ANDA MENGUNJUNGI BLOG SAYA. HARAPAN JUMPA LAGI