Sabtu, 12 November 2011

AKU SIH NUHAMMADIYAH, KAMU?


DATA BUKU
Judul               : Nuhammadiyah Bicara Nasionalisme
Penulis             : Acep Zamzam Noor, dkk
Editor              : Binhad Nurrohmat dan Moh. Shofan
Penerbit           : Ar-Ruzz Media
Cetakan           : Pertama
Tebal               : 252 Halaman
ISBN               : 978-979-25-4864-9

SEBELUMNYA oleh penulis yang sama telah terbit buku NU Miring, isinya segala bentuk gejala yang condong ke NU, tidak tegak lurus tetapi condong NU, di dalamnya menguraikan bersatunya para ulama Indonesia dalam rangka syiar Islam untuk memendarkan cahaya Islam. Berlanjut kehidupan Nahdliyin yang tidak lagi condong NU,  dimulai sejak NU Kultural  yakni sebuah civic society pada kurun waktu 1990-an, saat santrinisasi birokrat dan islamisasi politik sedang gencar diarak ke panggung politik nasional, yang mana kebangsaan secara eksklusif dimaknai sebagai keislaman. Pembahasan yang mencondong NU sebagai subaltern yang tidak teridentifikasi secara organisasional dengan jelas, tidak melaksanakan ‘ubudiyah yang bertolak dari furu’iyah fikih dari mainstream NU dalam konteks sosial keberagaman sebagaimana teori Clifford Geerts yang disebut Abangan, atau tidak memiliki relasi pendidikan dan pengetahuan dengan dunia pesantren.
            Uniknya keberagaman lahir dari generasi yang sama, pembelajaran datang dari mana saja, dari agama mana saja bahkan dari aliran manapun. Belajar dari Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari sebagai pembaru Islam yang tajdid. Hanya saja kembali Muhammadiyah dinilai telah kehilangan ketajdidannya, kini Muhammadiyah sudah berubah menjadi gerakan Islam yang membawa gerbong puritanisme. Padahal, dari segi usianya uang sudah memasuki satu abad tidak membuat Muhammadiyah makin matang dan dewasa dalam menyikapi persoalan-persoalan krusial yang berkembang di masyarakat. Malah sebaliknya menjadi bagian dari masalah itu sendiri.
            Islam yang dipahami Muhammadiyah adalah Islam yang tidak bermahzab kecuali Islam yangmerujukn kepada Al-Quran  dan Sunnah Nabi (ar-ruju ila al-qur’an wa as-sunah). Hanya sayang, dalam perkembangannya paham tersebut tidak berkembang sempurna. Terutama dalam hal landasan pemikiran. Muhammadiyah tampak mengalami kesulitan dalam praksis gerakan karena tafsir yang berkembang sedikit kurang memadai sementara persoalan kebangsaan semakin hari kian menumpuk. Dengan kurangnya kekuatan Muhammadiyah mengembangkan perspektif  Islam yang progresif dan kreasi-kreasi perspektif teologis, yang berlandaskan pada tealogi Muktazilah, akhirnya Islam yang tidak berhamzab sering dikritik sebagai Islam Murni alias Islam Wahabi sekalipun dikatakan modernis, tetapi dalam pemahaman dan praktiknya tidak mencerminkan sifat-sifat modernisme dan modernisasi.
Prinsip modernism yang berdialektika dengan perubahan-perubahan zama, merespon masalah tidak sekadar tekstual, meberikan respon atas persoalan-persoalan yang berkembang dengan cepat dan mendasarkan pada pilihan-pilihan rasional, tanpa taklid pada paham tertentu, ternyata agak sulit dipraktikan Muhammadiyah. Hal ini tentu saja menjadi penghalang besar bagi diri Muhammadiyah dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran keislaman yang diharapkan mampu memberikan “warna” di Indonesia.
Berbicara mengenai Magical Community, hingga tahlil kematian dan persaudaraan tahlil. Hal ini dilakukan untuk mengingat memori yang tercecer. Disinipun ada kontradiksi dalam mengejawantahkan makna tahlil itu sendiri. Betapapun Nu Miring, Muhammadiyah Miring, Pemerintah Miring adalah sebuah fakta yang sekarang mempunyai sisi kuran dan lebih dalam kontekstual kehidupan berkebangsaan.
Lebih detail lagi buku ini menguraikan sisi baik-buruk dari keduanya, Nu dan Mudhammadiyah. Keduanya baik dan keduanya juga tidak baik. Maka ada satu jalan untuk mengambil sisi baik dari keduanya dan menanggalkan ketidakbaikan dari keduanya melalui NUhammadiyah!***

Tidak ada komentar:

TERIMA KASIH ANDA MENGUNJUNGI BLOG SAYA. HARAPAN JUMPA LAGI