DATA BUKU
Judul : Menggugat Kebudayaan Tadulako
& Dero Poso
Penulis : Jamrin Abubakar
Penerbit : Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah
Cetakan : I, April 2011
Tebal : 112 halaman
ISBN : 978-602-96792-1-2
TIDAK banyak orang tahu situs-situs
megalitikum di nusantara, apalagi yang letaknya di timur Indonesia tepatnya di
Desa Doda, Dataran Tinggi Behoa Kabupaten Poso Sulawesi Tengah ini. Bahkan
Wiyono Yudoseputro, seorang ahli seni rupa purba menyatakan bahwa salah satu
patokan masa Megalitikum tertua di
Indonesia adalah peninggalan benda temuan yang terdapat di Lembah Bada Sulawesi
Tengah. Struktur batunya masih kelihatan jelas dengan garis pahatan yang
sederhana dan kasar. Bila dibandingkan dengan peninggalan Megalitik di Sumatera
yang lebih maju, dilihat dari pahatan yang lebih halus dan bentuknya lebih
dinamis.
Dari sekian banyak hasil peninggalan
masa Megalitik ada sebuah patung peninggalan purba yang menunjukkan patung
manusia tegak lurus dengan langit, tingginya 2 meter. Patung itu memiliki
energi secara kultural dan filosofi bagi etnis Kaili, Kulavi, Napu, Behoa,
Bada, Mori dan Pamona di Sulawesi Tengah. Secara arkeologi dan antropologi dari
peninggalan Megalitik tersebut menjadikan penelusuran awal untuk memahami
asal-usul istilah Tadulako yang menjadi legenda. Bagi masyarakat, Tadulako
melambangkan pemimpin perang yang penuh kharisma, ksatria, perkasa, adil, dan
bijaksana. Di sekitar patung Tadulako
terdapat dua buah Kalamba yang berukuran besar, satu terbuka dan satunya
tertutup.
Kalamba yang terbuka berisi air
hujan, sedang yang tertutup tidak diketahui isi dalamnya karena materi batu
yang sangat berat hingga tidak pernah dibuka. Sehingga semakin menambah misteri
apa yang terdapat di dalamnya, kecuali beberapa kalamba tanpa penutup di ekitar
Lembah Behoa sudah diketahui, diantaranya berupa tulang-tulang manusia yang
pada tahun 2000 tulang-tulang tersebut di bawa ke Jakarta oleh tim peneliti
kepurbakalaan.
Ekspedisi Tadulako
Sulitnya menguak tabir Megalitik di
Lembah Besoa disebabkan oleh medan perbukitan yang terjal. Hingga penulis dan
sejumlah rekannya melaksanakan Ekspedisi Tadulako yang ditempuh dengan berjalan
kaki sejauh 157 km. Di area tersebut, belum ada angkutan atau kendaraan yang
mampu melewatinya, mengingat lokasi yang ekstrem.
Inilah awal kesaksian penulis,
pembuktian dari era Megalitikum sampai generasinya berpindah ke zaman migrasi
dan zaman sejarah, dimana terdapat dua paduan klasik dan saverigading.
Tadulako adalah ksatria yang
jasa-jasanya menyatukan suku-suku yang dulunya bertikai kini menjalin
kekerabatan. Oleh masyarakat Behoa dibuatlah Patung Megalit Tadulako di bukit
Bulili, Desa Doda Kecamatan Lore Tengah.
Legenda Tadulako
Tadulako adalah
gelar yang diberikan kepada pemimpin karena keberanian dan kepahlawanan membela
tanahnya.
Alkisah, di Desa
Doda Lembah Behoa hidup suami istri yang cukup lama belum dianugrahi anak,
dengan doa dan takdir cinta mereka dikaruniai seorang putra. Mereka memberinya
nama Lengkatuwo. Lengka artinya
purnama dan tuwo artinya hidup. Bila
dipadankan dua kata tersebut bermakna hidup sempurna. Lengkatuwo ini adalah nama lain dari Tadulako.
Waktu demi aktu berlalu Tadulako
beranjak dewasa berbagai ilmu kanuragan, beladiri, menombak dan memanah ia
kuasai dengan detil. Keahliannya itu cepat tersebar ke berbagai kampung. Suatu
waktu, ia diundang untuk membantu suku Bada menghadapi serangan orang-orang
Waebonta di wilayah Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Sebelum berangkat ke medan
perang, ibunya berpesan bila selesai tugas cepat pulang, sebab tunangannya
sudah menunggu di tanah kelahiran.
Tadulako melawan musuhnnya diakhiri
dengan kemenangan demi kemenangan. Bahkan perdamaianpun terjalin, sehingga
orang Bada merasa berhutang budi padanya. Ia diminta untuk menikahi putri raja
yang jelita dan menetap di Bada. Dilema terjadi dalam diri Tadulako. Namun ia
putuskan untuk menerima pinangan itu.
Suatu hari tadulako bersama istrinya
yang hamil pulang ke Behoa. Kedatangannya dijemput dengan upacara kebesaran
sebagai ksatria perang, meski demikian orangtuanya kecewa terlebih sang kekasih
yang sudah lama menunggu. Beberapa waktu kemudian, Tadulako bertandang ke rumah
kekasih lama yang saat itu sedang asik menumbuk padi dengan lesung. Tiba-tiba
saja, kekasih yang murka menghujamkan alu ke kepala Tadulako. Tak ayal,
Tadulako yang terkenal sakti tersungkur ke tanah. Pendudukpun gempar, ahli
perang yang tak mudah ditaklukan musuh-musuhnya tewas di tangan seorang wanita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar