Film ini mengisahkan pengalaman para
seniman Lekra yang sempat tinggal berkantor, dan berkreasi di Jalan Tjidurian
19 Cikini, Jakarta Pusat. Rumah kantor milik kepala rumah tangga Lekra, Oey Hay
Djoen, tersebut dirampas, diduduki, kemudian dijual ke pihak lain oleh aparat
Negara Orde Baru. Sekarang telah berubah menjadi gedung mewah bertingkat dengan
fungsinya yang baru pula. Perampasan gedung dan penguburan ingatan berlangsung
secara terstruktur dan sistematis oleh penguasa Orde Baru, sehingga terjadi
kesenjangan dalam lintas perjalanan sejarah negeri ini. Amrus Natalsya, Amarzan
Ismail Hamid, S. Anantaguna, Hersri Setiawan, Martin Aleida, Putu Oka, dan T.
Iskandar AS menceritakan langsung pengalaman mereka dengan jujur serta rasa
kehilangan yang mendalam. Di rumah budaya tersebut mereka tidak hanya
menghasilkan karya mereka, tetapi juga menjalin kesetaraan, memperdebatkan
estetika, politik dan ideologi. Dalam film ini menyiratkan perjuangan Pram dan
Utuy yang juga berliku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar